Tetap Tidak Ke Masjid, Sesuai Arahan Syariat Di tengah Pelanggaran PSBB


Tetap Tidak Ke Masjid, Sesuai Arahan Syariat Di tengah  Pelanggaran PSBB

*DR. Taufik Hulaimi
Akhir-akhir ini kita merasa heran, kenapa ke masjid dilarang tapi keramaian terjadi dimana-mana. Pasar, bandara dan maal dipenui lautan manusia. Bukankah covid 19 menular karena keramaian. Dan karena alasan menimbulkan keramaian, beribadah di masjid diminta dihentikan?
Sebagian umat Islam merasa terdholimi. Kenapa Ke masjid dilarang, sedangkan ke pasar, mal dan bandara dibiarkan? Kemudian muncul desakan kepada para pengurus DKM untuk segera membuka masjid agar bisa beribadah sebagaimana biasanya.

*Apakah keinginan ini  sudah tepat dan sesuai arahan syariat?*

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sebagai orang beriman yang mengimani adanya kehidupan setelah kematian, kita harus selalu berfikir tentang  
*kepentingan hidup kita di akherat.* Jangan ada perbuatan yang diluar arahan syariat. Kita harus selalu melandasi perbuatan kita dengan landasan-landasan syariat. Dan kita harus melandasi perbuatan kita dengan niat yang benar, yang mana dengan niat tersebut kta mendapat pahala dari perbuatan kita.
صحيح البخاري ج1/ص3: *( إنما الأعمال بالنيات)*
"Hukum dan Pahala dari  perbuatan tergantung niat"


Mari kita bertanya, apa niat kita tinggal dirumah di masa pandemic covid 19? Agar pengorbanan kita tidak sia-sia disisi Alah swt.

*Karena Taat Arahan Syariat Kita Tidak Ke Masjid.*

Syariat memberi arahan kepada kita agar kita berusaha sekuat tenaga mencegah sebuah bahaya terjadi.
Rasuluullah saw bersabda:

موطأ مالك ج2/ص745 ) لا ضرر ولا ضرار )
"tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh membalas sebah bahaya"

Hadis ini menjadi salah satu landasan kaidah fiqih yang berbunyi:
الضرر يزال
"segala kemungkinan bahaya harus dihilangkan"


Bahaya harus dicegah. Pencegahan bahaya dilakukan sebelum terjadi. karena kalau sudah terjadi tindakan yang dilakukan bukan pencegahan, tapi mengatasi masalah.
Niat kita tidak ke masjid karena Arahan Rasulullah saw mengenai pencegahan bahaya. Bukan alasan yang lain. Covid 19 dipastikan menular karena kerumunan manusia. Maka tindakan tidak kemasjid adalah sesuai arahan syariat.

Dalam hadis lain Rasulullah bersabda:
صحيح البخاري ج5/ص2158: ( وفر من المجذوم كما تفر من الأسد )
"larilah dari penyakit menular sebagaimana kamu lari dari singa"


Baginda kita, Rasulullah saw menyuruh kita menghindari bahaya penularan sebuah penyakit menular seperti kita lari dari bahaya singa. 
*Seserius apa kita lari dari singa? Maka seserius itu pula kita lari dari wabah penyakit menular.*
*Selama Bahaya Masih Mengancam Hukum tidak berubah*

Hukum akan tetap dan tidak berubah selama alasan hukum tersebut masih ada. Tidak berkegiatan di masjid tidak berubah selama alasan menghilangkan kegiatan di masjid masih ada. Selama bahaya penularan covid 19 masih ada maka kegiatan di masjid masih dihentikan. 

kaidah disebutkan:
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
"ada atau tidak adanya sebuah hukum tergantung ada atau tidaknya al-'Illah (sebab hukum)"

Bagi daerah yang sudah aman maka kegiatan di masjid akan kembali  normal, sedangkan daerah yang belum aman , maka kegiatan di masjid masih terus dihentikan.

*Pelanggaran Syariat tidak Jadi Dalil Untuk Tidak Taat*

Diamnya kita yang beriman dirumah , karena niat taat Rasulullah saw. Demikian pula ketidak hadiran kita di masjid.  Bukan karena PSBB. Niat ini harus dijaga ditengah orang-orang melanggar PSBB. Kerumunan manusia di mall, pasar dan bandara jangan membuat kita terpengaruh dan lupa niat. Agar perbuatan kita tetap berpahala disisi Allah. Pelanggaran mereka bukan alasan untuk kita ikut melanggar hadis dan arahan syariat.
Allah berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُون} [المائدة: 105]
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah 
kamu kerjakan. 
( al-maidah 105)


*Pelanggaran mereka terhadap arahan syariat , tidak boleh menjadi alasan kita untuk ikut melanggar syariat.*

*Wallahu a'lam.*

PANDEMI FLU SPANYOL 1918


JAS MERAH :
Jangan Melupakan Sejarah ...
Sejarah adalah guru kehidupan ,apa yang telah terjadi dimasa lalu akan terjadi berulang pada waktu tertentu dan dengan masalah yang hampir sama , tinggal bagaimana kita menyikapinya...

~mr-yonn~
Covid-19 Th.2020

Fatwa MUI : Shalat Idul Fitri Boleh Dilakukan di Rumah Berjamaah Atau Sendiri



Majelis Ulama Indonesia ( MUI) menerbitkan fatwa tentang panduan kaifiat takbir dan shalat Idul Fitri saat pandemi Covid-19.

Fatwa itu diterbitkan pada Rabu (13/5/2020). 

Dalam fatwa tersebut, MUI menyebutkan bahwa shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah jika seseorang berada di kawasan dengan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.

"Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri, terutama jika ia berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali," demikian bunyi petikan fatwa Nomor 28 Tahun 2020 itu.


Sementara itu, jika umat Islam berada di kawasan dengan tingkat penularan Covid-19 yang sudah terkendali, shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan secara berjamaah di masjid, mushala, tanah lapang, atau tempat lainnya.

Pelaksanaan shalat Idul fitri, baik di masjid maupun di rumah, harus menerapkan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan Covid-19.


Berikut bunyi selengkapnya fatwa MUI tentang shalat Idul Fitri saat pandemi Covid-19: 

Ketentuan hukum

Shalat Idul Fitri hukumnya sunah muakkadah yang menjadi salah satu syi’ar keagamaan (syi’ar min sya’air al-Islam).

Shalat idul fitri disunahkan bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, dewasa maupun anak-anak, sedang di kediaman maupun sedang bepergian (musafir), secara berjamaah maupun secara sendiri.

Shalat Idul fitri sangat disunahkan untuk dilaksanakan secara berjamaaah di tanah lapang, masjid, mushala, dan tempat lainnya.

Shalat Idul Fitri berjamaah boleh dilaksanakan di rumah.

Pada malam Idul Fitri, umat Islam disunnahkan untuk menghidupkan malam Idul Fitri dengan takbir, tahmid, tasbih, serta aktivitas ibadah.


Ketentuan shalat Idul Fitri di kawasan Covid-19

1.      Jika umat Islam berada di kawasan Covid-19 yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H, yang salah satunya ditandai dengan angka penularan menunjukkan kecenderungan menurun dan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, shalat Idul Fitri dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushala, atau tempat lain.

 

2.      Jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas Covid-19 dan diyakini tidak terdapat penularan (seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena Covid-19, dan tidak ada keluar masuk orang), shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang/ masjid/ mushala/ tempat lain.

 

3.      Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), terutama jika ia berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.

 

4.  Jumlah jamaah yang shalat minimal 4 orang yang terdiri dari 1 orang imam dan 3 orang makmum.

 

5.      Pelaksanaan shalat Idul Fitri, baik di masjid maupun di rumah, harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan.



Berikut bacaaan niat salat Idul Fitri di rumah secara sendiri dan berjamaah, beserta tata cara pelaksanaannya.

Untuk salat Idul Fitri 1441 H kali ini, masyarakat diimbau untuk melakukan di rumah masing-masing.

Salat Idul Fitri di rumah bisa dilakukan secara sendiri ataupun berjamaah bersama keluarga.


Hal itu sesuai Tausiah Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah tentang pelaksanaan salat Idul Fitri 1441 H/2020 M Nomor 04/DP-P.XIII?T/V/2020.

Sehubungan dengan penularan Covid-19 yang masih cukup tinggi, kegiatan yang melibatkan kerumunan massa masih perlu dihindari.

Oleh karena semangat umat Islam untuk menyelenggarakan salat Idul Fitri yang cukup besar, maka MUI Jateng mengeluarkan imbauan salat Idul Fitri di rumah.

Pelaksanaan salat Idul Fitri hukumnya adalah sunah.

Bisa dilakukan secara sendiri tanpa kutbah dan secara berjamaah yang disunahkan dengan kutbah.

Salat Idul Fitri dimulai tanpa azan dan iqamah, cukup menyerukan "Ash salatu jami'ah".

Sebelum melaksanakan salat Idul Fitri, terlebih dahulu membaca niat:

Ushalli sunnatan li 'Idil Fitri rak'ataini sunnatan lillahi ta'ala

Artinya:

Aku berniat salat sunnah Idul Fitri dua rakaat karena Allah ta'ala.

 

Berikut tata cara pelaksanaan salat Idul Fitri:

1. Mengucapkan Takbiratul Ihram (Allah Akbar) sambil mengangkat kedua tangan.

2. Membaca Doa Iftitah.

3. Membaca Takbir sebanyak 7x pada rakaat pertama.

Di sela-sela setiap takbir membaca pelan: Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu Akbar

Artinya, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.

4. Membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek yang dihafal, disunahkan surat al-A'la.

5. Ruku', sujud, duduk di antara dua sujud, sujud kedua, dan berdiri lagi.

6. Dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, membaca takbir sebanyak 5 kali seraya mengangkat tangan, di antara setiap takbir itu membaca secara pelan Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu Akbar seperti pada rakaat pertama.

Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek yang dihafal, disunahkan surat Al-Ghasyiyah.

7. Ruku', sujud, duduk di antara dua sujud, sujud kedua, tahiyyat, dan diakhiri salam.

8. Selesai salam, kemudian disunahkan khutbah Idul Fitri. 

 

 Sumber : (Kompas.com/ Fitria Chusna Farisa/ Icha Rastika)